Berkemah di Jabal Nur adalah pengalaman yang benar-benar baru dan seru. Ada banyak kegiatan yang diselenggarakan panitia untuk mengisi jam-jam menyenangkan itu dengan beragam permainan. Seperti menangkap ikan, memasak menu makan malam sendiri, bakar jagung, dan outbound. Aku juga tidak menyangka kalau tempat yang akan kami singgahi adalah hutan yang dirapihkan sedemikian rupa baru-baru ini. Lokasinya yang berada di Sukasetia, Kec. Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat membuat tempat itu menjadi sangat dingin. Tempatnya juga lumayan menarik. Dari ketinggian tersebut, kami bisa melihat pemandangan Kota Tasikmalaya pada malam hari yang indahnya bisa dibilang setara dengan bintang di langit. Sayangnya langit pada waktu itu sedang mendung sehingga kita hanya bisa menikmati kelap-kelip lampu jalan di bawah sana.
Berkemah semalaman saja tidak membuat kami merasa puas, ditambah dengan jadwal pulang yang dipercepat. Meski cuman semalam, ditambah cuaca yang tidak bersahabat sejak sore, waktu ternyata tidak memberi batas pengalaman yang akan kita rasakan asalkan kita memanfaatkannya dengan baik. Dan karena kami berkemah di tempat terbuka, maka apapun bisa dilihat dengan mudah -bagi yang bisa melihat-.
Kelompok kami yang hanya memiliki 1 pisau terpaksa memasak lebih lama. Menu yang kami buat adalah chicken and fish fillage. Banyak yang bilang itu adalah menu elit yang seharusnya tidak dimasak saat berkemah. Beruntung kami masih bisa makan malam itu meski sudah pukul 20.45 waktu Tasik.
Kami menggelar matras di depan tenda dan makan bersama di sana. Salah satu temanku makan dengan lahap meski terus menunduk dan menyembunyikan wajahnya. Aku yang kelaparan tidak tahu kenapa dia bertingkah demikian. Dia sempat menyuruhku untuk memperbaiki posisi duduk. Tujuannya agar menghalangi pandangan dia dari hutan yang tidak jauh dari tenda kami. Aku menyarankan diri agar berganti posisi namun dia tidak mau. Kami pun melanjutkan makan malam kami sesegera mungkin karena akan ada acara bakar jagung setelah ini.
"Aku tidak bisa berhenti dzikir sejak makan," akunya ketika kami sudah bersiap-siap untuk tidur.
Kenapa dia tidak mulai dzikir sejak kita tiba di sini?
Dan di hari-hari berikutnya dia baru bercerita kalau dia menangkap sosok yang kalian pun sudah tahu pasti apa warnanya secara umum lewat di antara pepohonan yang kebetulan aku duduk memunggungi hutan itu ketika makan. Ternyata itu alasan dia makan seperti orang yang habis kena bully.
Beberapa teman-temanku juga bercerita kalau mereka mencium aroma melati dan merasakan sesuatu yang halus berhembus melewati mereka tapi bukan angin.
Ketika aku menulis ini, waktu menunjukan pukul 00.41 waktu Banjar.
Saking semangatnya untuk kemah kali ini, kami memutuskan untuk tidak tidur cepat meski badan sudah lelah. Hingga akhirnya salah seorang guru turun (karena letak komplek tenda kami ada di bawah) untuk mengingatkan kami kalau sekarang semuanya harus segera tidur. Tidak jauh setelah sang guru naik kembali ke tempat tendanya, suara babi hutang terdengar jelas. Ketika diperiksa lagi, transhback hitam besar milik tenda paling ujung sudah jatuh dan berserakan isinya.
Mungkin ada banyak kejadian lain selain itu. Tapi malam itu tidak sepanjang yang kita kira. Fajar sudah menyingsing dan kami sudah harus melakukan aktivitas yang lain. Apalagi kalau bukan masak sarapan sendiri? Bahkan setelah itu, kami harus segera membereskan tenda agar bisa langsung pulang setelah outbound.
Dua minggu berlalu dan sekarang aku sudah berada di Banjar, Jawa Barat. Dan sekarang jam menunjukan pukul 00.50 waktu Banjar.
Agenda kami setelah outing class tersebut adalah khidmah masyarakat. Kelompok kami diamanahi untuk melakukan pengabdian pada masyarakat untuk menjalin ukhuwah dan berdakwah di Banjar. Aku juga tidak mengira kalau aku akan ditempatkan di kota yang sama sekali tidak pernah kusinggahi kecuali hanya lewat.
Kami tinggal di sebuah rumah yang disewa untuk seminggu ke depan. Letaknya di Parunglesang, yang warganya rata-rata agak asing dengan cara berpakaian kami yang hitam dan pergi bergerombol. Rumahnya cukup luas untuk ukuran sebelas orang yang isinya perempuan semua. Ada 2 kamar tidur (salah satu kamarnya kami jadikan sebagai ruang ganti dan menyimpan barang-barang kami), ruang tamu, ruang tengah, kamar mandi yang luas meski bak mandinya menggunakan ember besar, dan dapur yang luas. Tidak ada perabotan berarti di rumah ini kecuali satu ranjang, rice cooker, dispenser dan kompor satu tungku. Ada juga satu set sofa di teras. Kami sudah lumayan puas. Untuk tinggal di Kota Banjar yang panas dan rumah tanpa kipas atau AC, kami memutuskan untuk tidur di bawah beralaskan karpet dan selimut.
Satu malam di sana kami lalui dengan senang hati. Malam berikutnya kami juga mengharapkan hal serupa.
Pukul sebelas kurang lima belas menit waktu Banjar. Kami sudah bersiap-siap untuk tidur. Karena kamar yang tersedia tidak cukup luas, maka sebagian orang harus tidur di ruang tengah. Aku kebetulan kedapatan tidur di kamar. Ketika aku sedang asyik menjalajah dunia internet, suara tikus yang berlarian di atap membuat kami agak kesal sesaat karena terlalu ribut. Namun tiba-tiba 2 orang temanku yang kebagian tidur di ruang tengah memasuki kamar dengan mengendap-endap. Mereka berdiam di depan pintu menawarkan diri untuk masuk kamar. Banjar yang panas dan semua orang masuk kamar membuat ruangan ini menjadi begitu pengap.
"Ada apa?" tanyaku tidak habis pikir. Kami yang di dalam kamar sudah ingin tidur dan bisa-bisanya mereka masuk dan membuat keributan yang riuh-rendah.
"Ada yang mengetuk pintu," jawab mereka setengah berbisik.
"Tikus itu," sahut teman yang sudah merebahkan tubuhnya di sebelahku.
"Bukan," bela mereka serius. "Ini dari pintu."
Rumah ini juga memiliki halaman belakang yang belum selesai dirapikan. Kami memanfaatkan lahan itu untuk menjemur pakaian. Kebetulan, pihak yayasan di Banjar sudah membuatkan jemuran pakaian dari bambu. Sisa-sisa puing bangunan juga masih berserakan di belakang rumah. Pintu belakang terletak di ruang tengah.
Mereka berdua masih duduk berdempetan di dekat pintu. Suara gaduh dari tikus itu terdengar lagi tetapi tidak segaduh tadi. Tidak lama kemudian, sisa orang yang masih di ruang tengah ikut masuk kamar.
"Ada yang ngetuk," ujar mereka juga. Kali ini ekspresi mereka lebih meyakinkan. Apalagi mereka langusung menerobos masuk kamar tanpa memperdulikan teman yang lain yang masih di mulut pintu.
Kamar jadi ramai dengan suara riuh-rendah dan mereka langsung mengambil tempat yang cukup untuk ukuran badan mereka. Sementara teman yang sudah tidur tidak ingin bangun dan pindah posisi. Terjadilah kesepakatan sepihak kalau kami harus tidur ber 11 di dalam kamar.
Bentuk kamar itu memanjang sehingga terasa lebih sumpek. 4 orang kebagian tidur di atas ranjang. Sisanya yang lain harus seperti ikan pindang yang dijemur tidak karuan. Panas, lelah, dan mengantuk seketika hilang setelah terdengar ada yang suara ketukan dari pintu. Yang mendengarnya berteriak histeris. Benar-benar ada yang mengetuk pintu!
Aku dan salah satu temanku mencoba keluar kamar dengan keberanian yang dipaksakan. Kami berjalan mengendap-endap, khawatir seseorang yang mengetuk pintu itu berniat jahat pada kami. Aku dan dia mengecek kamar ganti, memastikan semua jendela dan pintu terkunci, juga mematikan lampu. Lalu kembali ke kamar tanpa suara kaki juga.
Aku yang masih belum mau tidur memutuskan untuk melanjutkan pekerjaanku menonton Youtube. Jam terus berputar hingga waktu menunjukan pukul satu kurang lima menit. Dan samar-samar kudengar pintunya diketuk lagi. Kali ini diikuti suara dari pagar.
Dengan tenang aku mencoba membereskan barang-barangku dan merebahkan tubuh. Sudah terlalu larut. Semua orang sudah lelap. Nyata atau tidak aku hanya berharap kalau dibalik pintu itu bukan manusia jahat agar tidak terus menerus berusaha mencari cara untuk membuka pintu.
Malam berikutnya, kami tetap tidur bersebelas di dalam kamar. Kali ini posisi tidurnya harus teratur sehingga bisa tidur dengan nyaman. Di ruang tengah ada ibu-ibu dari pihak yayasan yang bersedia menemani malam kami dan tidur di rumah kami malam itu.
Dan kemanapun kamu melangkah, lalu kamu menjadi orang asing dan baru di sana, ucapkanlah
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ
Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna aari kejahatan apa yang Dia ciptakan.
.
.
.
*gambar hanya ilustrasi.
Komentar
Posting Komentar