Mahasiswa 2025

Bunga


Kebiasaan baru yang lahir di tengah pandemic covid-19 lalu ternyata memiliki manfaat. Bekerja dari rumah sekarang mulai dinormalisasikan meskipun klien atau tempatmu bekerja bukan di luar negeri. Ada beberapa perusahaan dan start-up yang membuat jadwal khusus; di mana karyawannya dapat bekerja dari rumah di hari-hari tertentu.

Tidak hanya bekerja, belajar dalam jaringan juga tidak ketinggalan. Banyak webinar yang diselenggarakan melalui zoom hingga namanya bergeser menjadi zoominar. Kelas dan kursus online juga semakin banyak.

Kebiasaan baru ini tidak lepas dari peran teknologi. Akhir-akhir ini teknologi semakin diperbarui dan semakin canggih. Ditambah kehadiran akal imitasi yang mempemudah semua proses akademis; meneliti, membuat tugas, dan lain sebagainya.

Meski teknologi terbaru membuat belajar dalam jaringan menjadi lebih menyenangkan, tetap tidak bisa dikalahkan dengan belajar bersama di dalam kelas.

Apalagi karena situasi yang menuntut para siswa agar belajar melalui aplikasi video conference di rumah masing-masing.

Awal September 2025, gubernur beserta polisi di beberapa daerah mengeluarkan surat keputusan yang mengizinkan sekolah dan universitas melakukan kegiatan belajar mengajar di rumah masing-masing. Buntut panjang dari kerusuhan anarko membuat kantor polisi, kantor dewan, dan jalan-jalan daerah menjadi tidak aman.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Indonesia yang baru saja melewati 80 tahun kemerdekaanya ini masih dihadapi oleh krisis berkepanjangan di segala aspek. Kerusakan biota alami demi kepentingan pribadi, ekonomi tidak stabil, nepotisme, korupsi, tanah ngaggur disita, rekening ngaggur diblokir, rakyat nganggur dibiarin, dan masih banyak lagi. Masyarakat menuntut keadilan pemerintah pusat agar memenuhi janji-janji mereka ketika masa pesta demokrasi.

Pemerintah kemudian menepati janjinya. Kalimat yang waktu itu diucapkan sebagai cara mereka untuk memberantas korupsi. Yaitu, menaikan gaji pejabat.

Berita soal kenaikan gaji dan tunjanan anggota dewan terbit. Terlihat pula euphoria para penerima gaji tersebut yang menari riang gembira di ruang rapat di sebuah gedung besar di Senayan. Sangat kontras dengan aktifitas ekonomi di luar pagar gedung tersebut.

Berita kembali diwarnai dengan respon para pejabat yang tidak tahu malu itu. Sudahlah tidak bisa berhitung, mereka juga tidak bisa berbicara. Ucapan mereka terdengar tidak berpendidikan.

Masih di bulan Agustus, beberapa hari setelah perayaan kemerdekaan yang diadakan besar-besaran di Istana Negara serta perayaan kenaikan gaji, rakyat turun ke jalan. Mereka menyuarakan aspirasi agar tunjangan rumah dan kenaikan gaji anggota dewan dibatalkan.

Beberapa hari kemudian, demo buruh juga berlangsung. Aksi ini dilakukan para buruh yang menuntut kenaikan upah minimum untuk mereka.

Seingatku, demo yang berlangsung tanggal 21, 25, serta tanggal 28 Agustus. Kupikir, demo tanggal 25 Agustus hanyalah ajakan kosong yang tersebar di media sosial. Ternyata, halaman FYP memang sedang diawasi agar kegiatan demo tidak dikonsumsi secara luas oleh masyarakat.

Ketiga aksi demo tadi berlangsung cukup kondusif. Mengigat mereka semua tahu, menyampaikan aspirasi sudah cukup dengan suara dan tindak nyata, tidak perlu mencari perhatian dengan melakukan aksi berbahaya dan merugikan lainnya. Karena mereka juga tahu, suara mereka akan tertutup dengan kerasnya berita berbahaya.

Namun, 28 Agustus sore, aksi demo tiba-tiba memanas. Massa bergaduh di sekitar daerah demo. Polisi tentu turun ke jalan dengan lebih berani, menghentikan aksi-aksi ‘brutal’ dengan cara yang tidak kalah brutal. Puncaknya, seorang ojek online yang bisa dibilang seangkatan denganku, yang hanya mengantarkan makanan, dilindas kendaraan taktis.

Peristiwa itu membuat kerusuhan massa menjadi lebih besar. Kantor polisi kemudian diserbu massa, menuntut keadilan dan ketegasan hukum atas nyawa seorang tak bersalah yang hilang begitu saja.

Di saat berduka dan genting itu, provokator juga ada. Menjadi yang paling brutal di antara semuanya. Mengadu domba masyarakat dan apparat. Membakar fasilitas umum. Melumpuhkan transportasi public. Menjarah rumah anggota dewan. Serta memperluas arena kerusuhan. Di beberapa daerah lain, perusuh menggrebek kantor polisi, hingga membakar gedung DPRD. Korban jiwa terus bertambah akibat kerusakan yang mereka lakukan.

Karena itu, tanggal 1 September, aku kembali belajar di rumah. Aku juga tidak boleh keluar bersama teman. Kerusuhan yang terjadi membuat parno orang tuaku. Untungnya, kampusku juga mengeluarkan kebijakan agar belajar di rumah saja.

Tidak ada yang menyenangkan dari sebuah keterpaksaan. Kerusakan dan ketidakamanan di jalan lah yang mengharuskan kami, para pelajar dan mahasiswa, yang harus berlapang dada agar tetap belajar.

Tuntutan rakyat ketika demo akhirnya dirangkum oleh beberapa influencer.

Aksi damai juga dilakukan beberapa kelompok masyarakat. Kini, keadaan berlangsung pulih. Masyarakat juga bisa bersuara melalui media sosial, serta melalui warna.

Cepat pulih, Indonesia. Mari memuat ulang untuk Indonesia yang lebih merdeka.

 

Komentar

Postingan Populer