Langsung ke konten utama

Unggulan

Tujuan Setelah Lulus Sekolah

Jam pelajaran pertama hari itu sudah dimulai. Sang guru yang biasa kami sapa dengan sebutan ustad sudah tiba di kelas dan langsung menyampaikan materi. Pelajaran hari itu adalah Shorof, cabang dari ilmu bahasa Arab yang cukup penting. Pembelajaran berlangsung tenang dan datar. Namun, tampaknya ada hawa-hawa yang tidak beres. Atmosfer kelas pagi itu sepertinya tidak sehangat indahnya pagi di luar sana. Sebagian warga kelas mulai suntuk. Apalagi hari ini adalah hari menjelang weekend . Entah apa yang kami lakukan selama seminggu ini hingga membuat hari ini inginnya libur saja. Beberapa ada yang masih memperhatikan sang guru. Sebagian yang lain sibuk dengan pikirannya masing-masing. Namun, tidak sedikit juga yang mulai tumbang. Menyadari bahwa pelajaran tidak bisa dilanjut, sang guru akhirnya tersenyum dan bertanya tentang hal yang belum pernah kami bayangkan sebelumnya. "Kalian belajar untuk bekerja atau cari uang?" Tanya beliau antusias. Membuat kabut-kabut tak kasat mata yang...

Self Reward, First!

Self Improve, First!


 Salah satu teman baikku mengadu. Dia mengeluhkan betapa sulitnya ia menghafal al-qur'an. Padahal tenggat waktu untuk menyelesaikannya semakin dekat.

"Aku sama sekali enggak suka ngafalin. Kenapa kita harus ngafalin di dunia ini? Kalau bukan karena aku yang butuh, enggak akan mau aku ngafalin."

"Ngafalin itu susah. Pengen nangis terus rasanya."

"Aku benci menghafal."

Dan segala keluhan lain yang dia lontarkan. Aku hanya tersenyum mendengarkannya. Dengan 'sok bijak' aku berguman, "kalau sudah mengiyakan dari awal, kenapa mengajukan diri untuk berhenti?"

Tidak, aku tidak benar-benar mengatakan itu. Aku pikir itu tidak akan membantunya. Yang saat itu kulakukan hanyalah mengusap punggungnya dan mengepalkan jari tangan yang lain dan berbisik padanya, "semangat!" dengan wajah ceria.

Satu bulan berlalu. Kabarnya sudah menyelesaikan hafalan tersebar dengan mudah, 'semudah' dia menghafalnya. Seisi kelas ramai mengucapkan selamat dan mendoakannya.

Ketika waktu istirahat tiba, aku menghampirinya.

"Selamat udah menyelesaikan hafalan buat orang yang nggak suka ngafal."

Kala itu, dia yang tertawa.

Kalimat setelah 'selamat' sebenarnya tidak bermaksud serius. Tersirat bahwa sebenarnya tidak ada yang tidak bisa untuk dilakukan. Menghafal -terutama al-qur'an- bukan soal kemampuan, tapi kemauan.

Di lain kesempatan, saat kami sedang bercakap-cakap dia menyinggung peristiwa itu.

"Kamu benar. Saat kamu mengucapkan selamat waktu itu, aku baru ingat kalau aku harusnya memberi selamat pada diriku terlebih dahulu."

Seperti halnya dia, aku yang mendengar pengakuannya juga baru menyadarinya. Aku tidak tahu kalau mengapresiasi diri sendiri itu pengaruhnya sangat besar. Selain untuk menghargai kerja keras yang kita lakukan, mengapresiasi diri juga memberikan dampak positif dan menambah energi meski saat itu tidak ada yang mau menghargai kita.

Kasus lain yang serupa tapi tak sama, adalah ketika salah satu temanku yang lain menunjukan kalau dirinya suka gaya pakaian yang abstrak. Terlihat dari celana yang tidak biasa digunakan oleh sebagian besar dari kami, caranya me-mix and match pakaian yang dia pakai, aksesoris serta benda-benda unik lain yang dimilikinya.

Kami yang pertama kali melihatnya tentu saja aneh dan tidak biasa. Namun karena kami melihatnya enjoy dan biasa saja dengan sikap aneh kami, tidak perlu debat kusir berpuluh-puluh season kami ikut-ikutan mengenal gayanya yang abstrak. Berbeda dengan orang yang sudah dinyinyir namun dia justru down. Orang-orang justru akan tambah menjatuhkannya.

Tidak mudah memang. Tapi itu kenyataannya. Semakin dipikirikan, reaksi orang akan semakin memburuk terhadap diri kita. Maka dari itu, apresiasi diri sebelum diapresiasi itu suatu keharusan.

Self Improve, First!

Selain mengapresiasi, menghibur diri juga sama pentingnya.

Waktu itu terjadi kesalahpahaman yang membuat aku dan teman-temanku geram. Aku sebenarnya tidak mau ambil pusing masalah itu. Tapi karena faktor lingkungan yang berada di antara orang-orang yang bilang tidak suka, aku jadi ikutan tidak suka. Hingga salah satu temanku menenangkan kami semua agar mendinginkan pikiran dan melapangkan hati. Toh membicarakan orang juga tidak baik. Kami pun mengiyakan.

Hingga pada suatu hari, aku mengusulkan agar kita meluruskan kesalahpahaman tersebut dengan pihak terkait. Namun kebanyakan dari teman-temanku menolak. Mereka lebih memlikih tutup telinga, tidak mau dipikirkan dan menjaga jarak dengan masalah itu. Masalahnya memang tidak 100% clear, tapi hal tersebut menutup terjadinya masalah baru. Sebenarnya solusinya sederhana. Terlalu diambil pusinglah yang membuatnya terlihat rumit.

Menghibur diri sendiri akan membuatmu lebih relaks dan lebih menghargai setiap takdir yang diberikan.

Berkaitan dengan ini, kecerdasan intrapersonal dan interpesonal sangat erat kaitannya. Bagaimana kita melihat ke dalam diri dan memandang orang lain butuh skill khusus. Setiap orang harus memiliki dua kecerdasan ini dengan porsi yang seimbang. Karena kalau berat sebelah, bisa semakin kacau.

Sekarang aku paham betul; kenapa orang-orang banyak menuarakan tentang self healing, kenapa buku-buku tentang self improvement banyak peminatnya, kenapa orang-orang terlalu sering merasa depresi hingga merasa hilang harapan dan tak jarang yang memilih mengakhiri hidupnya. Itu semua hanya satu jawabannya: Tidak perlu memperdulikan orang yang tidak memperdulikanmu.

Sebagai orang yang tidak terlalu suka konten tentang self improvement, aku sebenarnya hanya ingin berbagi cerita-cerita tadi. Orang lain memang hanya ingin pengakuan dari kita, kalau kita sebenarnya menyukai diri sendiri dan menyayangi mereka. Mulai sekarang mungkin kamu bisa mulai berlatih mencintai diri sendiri yang tidak banyak orang lain tahu tentang itu, belajar memaafkan kesalahan dan berterimakasih atas setiap hal yang menyenangkan. Ubah pola pikirmu ke arah yang lebih positif tanpa perlu merendahkan diri. Toh, derajat manusia semuanya sama di mata Allah.

Selamat merayakan dirimu dengan baru di tahun yang baru!!

Komentar

Postingan Populer